Jumat, 10 Desember 2010

ketika kami tidak dipercaya


Dengan nama Allah SWT, dalam mengerjakan soal UAS saya menyatakan sesungguhnya tidak akan melakukan kecurangan : menyontek, meminta atau memberi jawaban kepada peserta lain dalam mengerjakan soal. (tanda tangan)

seminggu lebih nulis kata-kata kayak gitu. kenapa? kenapa harus nulis gitu? karena kita tidak dipercaya lagi. kita sudah diremehkan dalam hal kayak gini. kita disuudzoni.

dan kenapa kita disuudzoni? karena memang kita yang membuat kayak gitu.
sebenarnya buat apa sih menyontek? maaf, bukan maksudnya sombong atau bagaimana. saya juga pernah kok menyontek. tapi, setelah dipikir buat apa? waktu itu saya mikir buat nilai lah. biar nilai bagus, ranking bagus, orangtua nggak marahin. dengan menghalalkan segala cara begitu. lalu saya mikir lagi. nggo ngopo sih sakjane ranking? nilai? sehingga kita harus melakukan cara-cara seperti itu. maaf tapi saya nggak butuh nilai dan ranking untuk menjadi tolak ukur kebisaan.

ditambah, melihat teman lain yang sudah bener-bener berjuang buat ngerjain ujian. sedangkan saya cuma tinggal tipu tipu sedikit, lirik kanan kiri sedikit, sandiwara sedikit. der! nilainya lebih tinggi dari mereka. bisa nggak mbayangin diposisinya mereka? padahal saya dan mereka sama-sama punya tuntutan juga untuk bisa mendapat nilai tuntas.

lalu pertanyaannya, lhayo kenapa mereka ra melu nyontek wae? beres to? sayangnya mereka tidak mau. mereka bukan tipe seperti itu. mungkin bagi mereka ujian adalah sarana untuk membuktikan kebisaan mereka. untuk ladang evaluasi untuk ujian-ujian selanjutnya. atau mereka adalah tipe orang yang takut kepada Tuhan mereka, sehingga akan bersikap jujur sampai mati sekalipun. yang sayang kepada kedua orangtua mereka, tidak mau mengecewakan mereka kalo sampai ketauan nyontek. yang menghargai diri mereka sendiri. percaya bahwa mereka mampu. dan lain-lain.

toh, kalopun kita menulis "dengan nama Allah SWT nananananana" itu apa iya bisa menghindari perbuatan kayak gitu? apa nilainya jadi lebih valid? ah, sama saja.
kayak gitu lebih kepada orangnya, individu masing-masing. kalo mereka belum sadar dan yakin dari hati sendiri, nulis kayak gitu seberapa banyakpun, bukan penyelesaian.
ya, pada intinya orang itu berbeda-beda kan nek memandang suatu masalah.
uripku yo ko ngene, uripmu? sakarepmu...
fine, kayak gitu yo boleh kok. tapi ingat juga kalo kita masih nggak hidup sendiri ----

3 komentar:

  1. Yup, kepercayaan timbul sejalan dengan realita dan aksi yang kita perbuat..
    Tanpa harus menulis pernyataan, sejatinya kita semua tahu bahwa menyontek itu sebuah kesalahan dan teman-teman yang memang sudah punya niat menyontek akan tetap mlakukan hal itu..
    Padahal, yang namanya kesalahan itu merugikan diri kita sendiri dan yang pasti IA tak kan menyukai hal itu, apakah orang yang menyontek sudah tak takut lagi akan ancaman dariNYA, atau memang sekarang Tuhan terkesan diabaikan untuk dunia ? Apakah memang dirimu telah lupa akan janjimu ketika ruh itu masuk ke ragamu ? Temanku, setauku " Sebaik-baiknya orang yang berbohong, jauh lebih baik orang yang jujur meskipun itu pahit baginya di dunia"
    Keep posting pi :D

    BalasHapus

monggo, saksenengmu pokomen ☺