Minggu, 04 Februari 2018

I'm sorry, I'm leaving

malam tadi saya memutuskan hal yang orientasinya untuk kedamaian hati saya sendiri
ini adalah sesuatu yang bersejarah
termasuk dalam keputusan yang berani - dalam versi saya
sebelum ini akan banyak sekali pertimbangan, maju-mundur, sebelum saya menentukan suatu pilihan
yang sebagian besar hasilnya adalah mundur.
takut sakit hati, takut menyakiti orang, khawatir pendapat orang, dan segala macamnya.
intinya. takut perubahan. apalagi yang besar.

ya, malam tadi saya memilih meninggalkan dia.
memilih untuk mengambil jarak.
memilih untuk mencukupkan semua sampai disini.
tanpa takut sakit hati atau menyakitinya, tanpa khawatir pendapatnya

ini tindakan egois. memang.
tapi sekian lamanya saya berusaha memahami orang, memahami kehidupan, meletakkan segala kepentingan orang lain melebihi kepentingan diri sendiri
ternyata orang orang melakukan sebaliknya.

dia masih bertanya 'mengapa' saat saya menuliskan maaf
dan saya kehabisan kata untuk mengeja 'karena'
saya kira, semua sudah terang.
maka maaf yang kedua terketik.

tapi dari semua itu,
melepaskan sesuatu yang menjadi sumber kebahagian sekaligus sumber keresahan dalam tiap hari adalah hal yang menyesakkan. super menyesakkan.
walaupun menyesakkan, tapi harus saya lepaskan.
kontrol orang lain yang terlalu besar melebihi kontrol diri sendiri, saya kira bukan hal yang baik untuk diteruskan.
sayapun merasakan pahitnya ketidakjelasan. berada diantara ya dan tidak
yang paling berat - berkorban perasaan. yah, memang dasar anaknya perasa. maka itu fungsi maaf yang pertama tadi : maaf ya saya terlalu perasa.

saya nggak tau ini baik atau buruk,
tapi yang saya yakini bahwa ini harus dilakukan.
mengobati sumber lebih baik daripada menghilangkan gejalanya - seperti itu saya diajarkan.

walaupun saya harus mati matian menahan diri untuk kembali mengadapi kekosongan, tapi saya harap ini yang paling benar untuk dilakukan. sambil berdoa semoga baik untuk saya juga untuknya.

hey, i'm sorry i'm leaving